![]() |
Foto: KAIROS (fh) |
Pada Hari Sabtu, 7 Desember 2013, Komisi Kerawam Keuskupan Palangka Raya menyelenggarakan satu kegiatan yang sangat bermanfaat yakni “Pembekalan Kepada Para Caleg Katolik Se-Kalimantan Tengah”. Pada kegiatan ini, Bapak Uskup, Mgr. Aloysius M. Sutrisnaatmaka, MSF, hadir sebagai narasumber dengan materi “Evangelisasi Baru Gereja Katolik dalam Bidang Sosial Politik dan Keterlibatan Umat Di Dalamnya”. Berikut ini adalah beberapa hal penting yang telah disarikan oleh Kairos dari materi tersebut.
Spiritualitas Evangelisasi Baru
Evangelisasi (Latin: evangelizzare) biasa diartikan sebagai penginjilan atau pewartaan Injil, mewartakan nilai-nilai Kerajaan Allah. Dalam konteks bidang sosial politik, bidang ini juga merupakan medan kerasulan yang harus diperhatikan. Umat Katolik diutus untuk menjalankan misi (Latin: mittere) menjadi garam dan terang dalam dunia politik.
Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam evangelisasi, yang menjadi dasar atau spiritualitas yang harus kita perhatikan:
- Evangelisasi menuntut pertobatan. Pertobatan yang dimaksud pertama-tama ditujukan kepada semua orang. Yohanes Pembaptis (dalam Mrk 1:15) menyerukan pertobatan. Untuk melaksanakan misi, pertama-tama haruslah melakukan pertobatan. Harus ada perubahan dalam diri sendiri, kemudian kita akan menjadi rasul yang mewartakan pertobatan itu sendiri. Perubahan akan terjadi bila setiap orang memulai dari diri sendiri.
- “Barangsiapa mempunyai dua helai baju, hendaklah ia membaginya dengan yang tidak punya, dan barangsiapa mempunyai makanan, hendaklah ia berbuat juga demikian”. (Luk 3:11). Evangelisasi baru diwarnai dengan sikap “kerelaan memberi”. Kalau dalam situasi sebelumnya, kita lebih banyak mencari dan mencari, dalam evangelisasi baru, kita harus sanggup untuk memberikan sesuatu kepada negara, Gereja dan masyarakat. Hendaknya ini menjadi spiritualitas bagi kaum awam yang terlibat dalam bidang sosial politik.
- “Jangan menagih lebih banyak dari pada yang telah ditentukan bagimu”. (Luk 3:13). Kalimat ini disampaikan oleh Yesus kepada pemungut cukai. Kutipan ini menekankan dimensi kejujuran. Menjalankan sebuah misi sangat perlu dijiwai oleh kejujuran.
- Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: “Dan kami, apakah yang harus kami perbuat?” Jawab Yohanes kepada mereka: “Jangan merampas dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu..” (Luk 3:14). Kiranya ini menjadi perwujudan dari sikap yang lebih banyak memberi daripada mencari.
- Evangelisasi Baru memerlukan kontekstualisasi. Kontekstualisasi mengandaikan dua hal: pertama, pemahaman yang tepat situasi sejaman ketika ajaran itu diturunkan. Dengan pemahaman yang tepat itu, kita dapat menangkap ajaran secara lebih persis dan tidak terkooptasi oleh hal-hal sampingan yang tak termasuk essensi dan inti ajaran yang mau disampaikan. Kedua, pencermatan yang mendalam atas situasi yang dihadapi masa kini. Ketepatan dan kecermatan dalam mengamati situasi sekarang ini menjadi pintu masuk pengetrapan ajaran agama secara benar dan dapat dipertanggungjawabkan.
- Pertemuan pribadi dengan Yesus Kristus. Kami mewartakan Dia yang telah kami lihat, kami dengar dan kami raba (bdk. 1 Yoh 1:1-3). Semangat kita harus selalu diwarnai dengan perjumpaan dengan Yesus. Hubungan pribadi dengan Yesus yang dibangun melalui doa, perjamuan bersama Yesus dalam Perayaan Ekaristi harus menjadi roh dan semangat kita dalam melaksanakan tugas perutusan.
- Kegairahan untuk tugas perutusan. Tugas untuk mewartakan Injil tidak boleh dianggap sebagai tugas yang membebankan. Dalam mewartakan Injil, harus ada sukacita dan diterima sebagai suatu tugas mulia dan dilaksanakan dengan penuh kegembiraan.
- Pusat perhatian pada Kerajaan Allah. Pemakluman Yesus mempengaruhi setiap segi kehidupan dan setiap tingkatan sosial – keseluruhan hidup manusiawi.
- Keterlibatan pada persekutuan. Spiritualitas persekutuan sesungguhnya merupakan spiritualitas Evangelisasi Baru. Spiritualitas persekutuan akan mempersatukan kita. Dalam persekutuan, pandangan-pandangan yang memandang orang lain sebagai “rival” atau lawan politik harus dihilangkan. Dengan semangat persekutuan, kita dapat memahami bahwa kita menjalankan tugas yang sama, yaitu mewartakan Injil, meskipun tugas itu dilaksanakan dalam cara, strategi dan langkah-langkah yang berbeda. Dalam persekutuan, tidak ada satu orang pun yang merasa berjuang sendiri.
- Dialog, gaya hidup dan perutusan. Evangelisasi Baru menuntut semangat dialog yang menjiwai hidup sehari-hari dan mengutamakan hubungan yang menyatukan. Komunikasi sangat dibutuhkan. Melalui dialog, setiap orang akan lebih memahami satu sama lain.
- Kehadiran yang sederhana. Kehadiran yang sederhana adalah menuntut jiwa kesederhanaan. Semangat kesederhanaan Yesus dalam perjumpaan dengan orang-orang yang membutuhkan pertolongan hendaknya menjadi semangat kita. Kita tidak boleh melihat bahwa keberhasilan kita menjadi seorang Caleg merupakan sebuah status yang tak tergapai oleh masyarakat. Akibatnya, ada pandangan yang melihat bahwa Caleg merupakan status yang elit dan sulit berbaur dengan masyarakat. Ini perlu direnungkan sehingga kita benar-benar tetap berada dalam tugas perutusan kita sebagai pembawa terang Injil.
- Pewarta Injil yang profetis. Menjadi profetis berarti sadar dalam terang Roh Kudus akan pelbagai kontradiksi dalam dunia Asia/Indonesia dan menolak apa saja yang mengurangi, menurunkan dan melepaskan anak-anak Allah dari martabat mereka. Dalam dimensi ini, kita tidak takut pada kecaman ketika kita mewartakan kebenaran. Keberanian perlu ditumbuhkan. Komitmen dan konsistensi kita sebagai pewarta kerajaan Allah harus dibuktikan dalam menentang arus, yang tidak sesuai dengan nilai-nilai Injil.
- Solidaritas dengan para korban. Kita harus peka untuk menanggapi jeritan para korban. Korban kekerasan, ketidakadilan, HAM dan lain sebagainya.
- Memelihara Ciptaan. Ini juga sangat perlu disadari bahwa kita harus menjaga keutuhan ciptaan. Tentu saja kita tidak boleh menjadi tokoh yang menciptkan pertentangan berkepanjangan. Tetapi kita harus mampu mencari “win-win solution” sehingga segala pihak dapat menerimanya dengan rasa adil.
- Keberanian iman dan kemartiran. Dari awal Kekristenan sampai sekarang, bumi Asia ditandai dengan darah para martir. Bila hari ini kita dipanggil untuk memberi kesaksian akan iman sampai pengorbanan yang paling tinggi, kita harus bisa. Hal ini sungguh berat. Akan tetapi, kita harus menjadikan semangat ini menjadi semangat kita dalam pewartaan.
Dimensi Evangelisasi harus mencakup seluruh aspek kehidupan manusia. Seperti dikatakan dalam Evangeli Nuntiandi, evangelisasi diungkapkan dalam tiga bidang yakni, dilaksanakan dengan berpastoral dalam pelbagai bidang kategorial, berkatekese dalam perlbagai bidang, dan perlu membangun dialog/inkulturasi dalam bidang agama, budaya dan kaum miskin.
- Negara ada demi kesejahteraan umum, menemukan dasar keberadaannya sepenuhnya serta maknanya dalam kesejahteraan itu, dan mendasarkan hak kemandiriannya yang otentik padanya. Kesejahteraan umum mencakup keseluruhan kondisi-kondisi kehidupan sosial, yang memungkinkan orang-orang, keluarga-keluarga dan perhimpunanperhimpunan mencapai kesempurnaan mereka secara lebih penuh dan lebih mudah.
- Pelaksanaan kekuasaan politik, baik dalam masyarakat sendiri, maupun di lembaga-lembaga yang mewakili negara, selalu harus berlangsung dalam batas-batas tata moral, untuk mewujudkan kesejahteraan umum yang diartikan secara dinamis, menurut tata perundang-undangan yang telah dan harus ditetapkan secara sah. Maka para warganegara wajib patuh-taat berdasarkan hati nurani mereka. Dari situ jelas jugalah tanggung jawab, martabat dan kewibawaan para penguasa.
Hirarki tidak henti-hentinya memberikan dukungan kepada umat untuk terlibat secara aktif dalam politik. Dukungan ini disampaikan melalui Surat Gembala. Sebagai contoh, pada PEMILUKADA Kalimantan Tengah 2013, Keuskupan Palangkaraya mengedarkan Surat Gembala yang berisi: Pertama, mengenai tata pelaksanaan pemungutan suara. Diperlukan ketelitian yang sungguh-sungguh untuk mengikuti taca-cara yang tercantum di dalam undang-undang dan peraturan yang berlaku. Untuk itu kita perlu meluangkan waktu dan kesempatan untuk secara pribadi maupun secara bersama-sama di dalam kelompok, untuk mempelajari dan mendalami seluk beluk Pemilu Kada 2013 ini, agar dapat berpartisipasi dengan tepat. Kedua, sekitar pribadi para calon. Kita harus memilih orang-orang yang dapat dipercaya untuk memimpin rakyat di daerah kita dan menjalankan pemerintahan demi kesejahteraan umum. Marilah kita cermati dan telusuri rekam-jejaknya. semua perlu kritis terhadap kampanye, menilai rekam jejak (track-record) calon dan menentukan pilihan sesuai dengan suara hati kita masing-masing. Ketiga, ketika kampanye, umat boleh mendukung calon mana yang sesuai dengan hati nuraninya masing-masing, dengan akibat timbulnya perbedaan pilihan di kalangan umat. Namun perbedaan ini tidak boleh menjadi alasan konflik dan terpecahnya kesatuan umat karena alasan politik. Keempat, mengingat Gereja adalah tempat ibadat, maka tidak boleh seorang pun, entah pastor, biarawan-wati atau awam, menggunakan altar, mimbar atau bagian Gereja lainnya menjadi tempat kampanye dengan menyebutkan nama salah satu pasangan calon untuk dipilih.
Ini adalah bukti bahwa hirarki sangat memberikan perhatian sekaligus memberikan dukungan kepada umat yang terlibat dalam pemerintahan dan politik.
