![]() |
Foto dari penakatolik.com |
Seminar Sehari yang diselenggarakan oleh Komisi Kerawam Keuskupan Palangka Raya, bertepatan pada pelaksanaan Raker Keuskupan Palangka Raya Oktober 2015 memberi manfaat bagi kaum awam, terutama dalam pengetahuan berpolitik sebagai 100% Katolik dan 100% Indonesia. Pada seminar sehari tersebut, Sekretaris Komisi Kerawam KWI Romo Guido Suprapto Pr, hadir sebagai salah satu nara sumber. Berikut adalah ringkasan materi yang dipresentasikan oleh Romo Guido Suprapto Pr.
Untuk membangun masyarakat, bangsa dan negara yang baik, bukan pertama-tama didasarkan pada tatanan kemasyarakatan (politik), tetapi pada pribadi-pribadi yang beriman dan berintegritas. (Paus Fransiskus)
Landasan dasar panggilan dan perutusan “Gereja” dalam masyarakat
Ada beberapa landasan dasar panggilan dan perutusan “Gereja” dalam masyarakat. Landasan dasar ini harus menjadi pedoman bagi kaum beriman untuk menjadi pelayan dalam masyarakat sebagai bagian dari warga negara. Landasan dasar itu adalah:
- “Kamu adalah garam dan terang dunia” (bdk. Mat 5:13-16);
- Gereja HARUS sungguh-sungguh hadir dan terlibat aktif dalam realitas sosial dan bergumul dengan isyu-isyu aktual masyarakat (bdk. GS.1; AA.14, GS.75);
- Gereja dalam kehadiran dan keberadaannya HARUS relevan dengan situasi dan konteks Indonesia saat ini (SAGKI, 2005);
- Gereja HARUS semakin membuka diri untuk terlibat lebih dalam, khususnya dalam bidang sosial politik melalui para awamnya (Pleno VI 2011; VII 2013, Sidang KWI 2013).
- Kondisi sosial politik Indonesia dewasa ini terlihat berjalan dan berkembang sangat pragmatis, oportunistik dan bahkan transaksional sehingga tidak terlihat ada nilai-nilai dasar keadaban publik yang menonjol diperjuangkan oleh aktor-aktor politik dan kekuatan-kekuatan politik utama.
- Banyak indikasi yang cukup kuat untuk mengarahkan pada suatu kesimpulan sementara bahwa politik Indonesia memerlukan pencerahan dan perbaikan.
- Momentum Pileg, Pilpres dan Pilkada seharusnya menjadi sarana strategis pembaruan politik Iindonesia yang masih jauh dari harapan.
- Suksesi kepemimpinan (kepala daerah) cenderung tidak menawarkan dan menghasilkan kandidat yang berintegritas, berwawasan, cakap dan tangguh. Selanjutnya akan menjadi sumber persoalan daerah tersebut;
- Korupsi yang semakin marak (legislatif, eksekutif, yudikatif, komisioner, dan kelembagaan lainnya);
- Agenda pilkada (serentak) akan menimbulkan dinamika dan ketegangan politik yang tinggi melibatkan elit politik dan warga masyarakat;
- Kecenderungan “radikalisasi kelompok agama”, kekerasan intoleransi karena politisasi agama dan faktor kepemimpinan yang lemah.
“….Jangan biarkan orang lain mengambil keputusan mengenai nasibmu, tanpa kamu terlibat di dalamnya…” (Mgr. Alb. Soegijapranoto, SJ.)
Bukan hanya ungkapan di atas yang mengharuskan umat Katolik terlibat secara aktif. Beberapa Dokumen Gereja juga menyebutkan bahwa umat Katolik perlu belajar secara mendalam tentang politik.
- “Hendaknya orang-orang Katolik, yang mahir dalam bidang politik, dan sebagaimana wajarnya berdiri teguh dalam iman serta ajaran kristiani, jangan menolak untuk menjalankan urusan “tata dunia.” (Bdk. Apostolicam Actuositatem, 14).
- “Mereka yang “cakap atau berbakat” hendaknya menyiapkan diri untuk mencapai “keahlian politik”, yang sukar sekaligus amat luhur, dan berusaha mengamalkannya tanpa memperhitungkan kepentingan pribadi atau keuntungan materiil” (Gaudium et Spes, 75 ).
Karena dianjurkan oleh Gereja, umat Katolik yang terlibat dalam dunia politik sangat perlu memperhatikan visi keterlibatan politik kristiani. Visi tersebut adalah:
- memperjuangkan kebaikan umum (bonum commune) yang merupakan tujuan politik.
- membangun suatu tatanan politik yang adil, beradab dan mengabdi pada kepentingan umum.
- Membangun kesadaran dan gerakan bersama:
- Tahu dimana berada sekarang ini, sadar lingkungan (membaca tanda-tanda zaman);
- Tahu kemana akan menuju, sadar visi dan sasaran (tahu dengan tepat apa yang harus dibuat);
- Tahu bagaimana mencapai tujuan, sadar potensi (strategi dan komitmen).
- Membangun strategi internal:
- Konsolidasi Komitmen Kristiani melalui Pendidikan politik Umat Katolik
- Penguatan spiritualitas (Panggilan dan perutusan)
- Pemantapan dan pemurnian motivasi (Bonum Commune)
- Mempersembahkan kader terbaik Katolik (kualifikasi dan integritas)
- Membangun “gerakkan bersama”, membangun soliditas dengan semangat pengorbanan).
- Mempersiapkan Kader:
- Memahami Politik secara benar (bukan sekedar jabatan, kuasa dan uang)
- Memahami sistem dan dinamika politik di Indonesia pada umumnya.
- Memahami kondisi masyarakat: kondisi batin-psikologis dan kecenderungan sikap/pilihan politis mereka.
- Merebut ruang publik dan ruang hati masyarkat.
- Mantap dan murni dalam motivasi (dasarnya iman: panggilan dan perutusan, “menguduskan tata dunia” (politik) demi membangun kebaikan bersama dan kesejahteraan masyarakat.
- Menempuh cara-cara yang tidak bertentangan dengan ketentuan hukum/aturan dan melanggar tatanan moral.
- Mengedepankan kesatuan, kerukunan umat dan eksistensi Gereja Katolik, dan jangan sebaliknya karena “ambisi” pribadi hal itu dikorbankan. Ingat, kedudukan/jabatan politik, bukan tujuan tetapi sarana, oleh karena itu jadikan sarana utk “pemuliaan hidup” dan bukan menghacurkan.
Inilah beberapa poin penting yang dapat disarikan oleh KAIROS untuk para pembaca. Kiranya yang tidak hadir pada seminar kaum awam dapat membaca dan memahami. Jangan takut! Mari kita satukan hati, tekat dan komitmen untuk melibatkan diri dalam politik demi kebaikan bersama.
